Temple Baptist Church Philadelphia
Seorang anak gadis kecil sedang berdiri terisak
didekat pintu masuk sebuah gereja yang tidak terlalu besar, ia baru saja tidak
diperkenankan masuk ke gereja tersebut karena “sudah terlalu penuh”.
Seorang pastur lewat didekatnya dan menanyakan
kenapa si gadis kecil itu menangis?
“Saya tidak dapat ke Sekolah Minggu” kata si
gadis kecil.
Melihat penampilan gadis kecil itu yang
acak-acakan dan tidak terurus, sang pastur segera mengerti dan bisa menduga
sebabnya si gadis kecil tadi tidak disambut masuk ke Sekolah Minggu. Segera
dituntunnya si gadis kecil itu masuk ke ruangan Sekolah Minggu di dalam gereja
dan ia mencarikan tempat duduk yang masih kosong untuk si gadis kecil.
Sang gadis kecil ini begitu mendalam tergugah
perasaannya, sehingga pada waktu sebelum tidur dimalam itu, ia sempat
memikirkan anak-anak lain yang senasib dengan dirinya yang seolah-olah tidak
mempunyai tempat untuk memuliakan Jesus.
Ketika ia menceritakan hal ini kepada orang
tuanya, yang kebetulan merupakan orang tak berpunya, sang ibu menghiburnya
bahwa si gadis masih beruntung mendapatkan pertolongan dari seorang pastur.
Sejak saat itu, si gadis kecil berkawan dengan sang pastur.
Dua tahun kemudian, si gadis kecil meninggal di
tempat tinggalnya didaerah kumuh,dan sang orang tuanya meminta bantuan dari si
pastur yang baik hati untuk prosesi pemakaman yang sangat sangat sederhana.
Saat pemakaman selesai dan ruang tidur si gadis di rapihkan, sebuah dompet
usang, kumal dan sobek sobek ditemukan, tampak sekali bahwa dompet itu adalah
dompet yang mungkin ditemukan oleh si gadis kecil dari tempat sampah.
Didalamnya ditemukan uang receh sejumlah 57 sen dan secarik kertas bertuliskan
tangan, yang jelas kelihatan ditulis oleh seorang anak kecil yang isinya:
“Uang ini untuk membantu pembangunan gereja kecil
agar gereja tersebut bisa diperluas sehingga lebih banyak anak anak bisa
menghadiri ke Sekolah Minggu”
Rupanya selama 2 tahun, sejak ia tidak dapat
masuk ke gereja itu, si gadis kecil ini mengumpulkan dan menabungkan uangnya
sampai terkumpul sejumlah 57 sen untuk maksud yang sangat mulia.
Ketika sang pastur membaca catatan kecil ini,
matanya sembab dan ia sadar apa yang harus diperbuatnya. Dengan berbekal dompet
tua dan catatan kecil ini, sang pastur segera memotivasi para pengurus dan
jemaat gerejanya untuk meneruskan maksud mulia si gadis kecil ini untuk
memperbesar bangunan gereja.
Namun Ceritanya tidak berakhir sampai disini.
Suatu perusahaan koran yang besar mengetahui berita ini dan mempublikasikannya
terus menerus. Sampai akhirnya seorang Pengembang membaca berita ini dan ia
segera menawarkan suatu lokasi yang berada didekat gereja kecil itu dengan
harga 57 sen, setelah para pengurus gereja menyatakan bahwa mereka tak mungkin
sanggup membayar lokasi sebesar dan sebaik itu.
Para anggota jemaat pun dengan sukarela
memberikan donasi dan melakukan pemberitaan, akhirnya bola salju yang dimulai
oleh sang gadis kecil ini bergulir dan dalam 5 tahun, berhasil mengumpulkan
dana sebesar 250.000 dollar, suatu jumlah yang fantastik pada saat itu (pada pergantian
abad, jumlah ini dapat membeli emas seberat 1 ton).
Inilah hasil nyata cinta kasih dari seorang gadis
kecil yang miskin, kurang terawat dan kurang makan,namun perduli pada sesama
yang menderita. Tanpa pamrih, tanpa pretensi.
Saat ini, jika anda berada di Philadelphia,
lihatlah Temple Baptist Church, dengan kapasitas duduk untuk 3300 orang dan
Temple University, tempat beribu ribu murid belajar. Lihat juga Good Samaritan
Hospital dan sebuah bangunan special untuk Sekolah Minggu yang lengkap dengan beratus
ratus (yah,beratus ratus) pengajarnya, semuanya itu untuk memastikan jangan
sampai ada satu anakpun yang tidak mendapat tempat di Sekolah MInggu.
Didalam salah satu ruangan bangunan ini, tampak
terlihat foto si gadis kecil, yang dengan tabungannya sebesar 57 sen, namun
dikumpulkan berdasarkan rasa cinta kasih sesama yang telah membuat sejarah.
Tampak pula berjajar rapih foto sang pastur yang baik hati yang telah
mengulurkan tangan kepada si gadis keci miskin itu, yaitu pastor DR.Russel
H.Conwell penulis buku “Acres of Diamonds” - a true story.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar